06 July 2009

Selamat Jalan Teman Tunisiaku

Beberapa hari yang lalu akhirnya kami pun berpisah. Dia harus kembali ke Tunisia. Setelah selama beberapa minggu tinggal di Indonesia (Papua).

Tunisia adalah sebuah negara yang terletak di Benua Afrika bagian utara. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan laut mediterania, sebelah tenggara berbatasan dengan Libya dan sebelah barat dengan Algeria.

Mayoritas penduduk Tunisia adalah muslim, begitu pula dengan teman saya ini. Tunisia dahulu adalah jajahan Prancis, dan baru merdeka pada tahun 1956. Masyarakat Tunisia menggunakan tiga macam bahasa dalam kesehariannya, yaitu Bahasa Arab, Perancis dan Inggris.

Teman saya sering bercerita tentang negaranya. Dan kami pun sering membanding-bandingkan bagaimana kondisi di Tunisia dengan di Indonesia.

Dia pernah bercerita tentang susahnya hidup di Tunisia karena memiliki empat musim dengan empat karakter yang berbeda dan dengan penyakit yang berbeda-beda pula di setiap musimnya. Suatu hari dia juga mengeluh, betapa beratnya syarat untuk bisa menikah di sana, yaitu minimal harus sudah punya rumah dan mobil sendiri, dan seandainya terjadi perceraian maka seluruh harta yang ada menjadi hak istri. Sehingga sampai sekarang (umur 35 tahun) dia masih belum juga menikah.

Dia sangat senang tinggal di Indonesia. Dengan hanya dua musim yang perubahannya tidak sedrastis di Tunisia, hidup akan terasa lebih mudah. Dia juga terkesan dengan keramahan orang-orang indonesia. Sebelum pulang, dia selalu berharap bisa kembali ke Indonesia, dan ingin merasakan suasana Ramadhan di Indonesia.

Ma'as Salamah ya akhi... mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi.


25 May 2009

Malang Tempo Doeloe

Tanggal 21 - 24 Mei 2009, Malang memutar balik mesin waktunya kembali ke zaman kolonial penjajahan. Sisi-sisi kehidupan masa itu berusaha ditampilkan. Nuansa desa, jauh dari sentuhan teknologi tingkat tinggi, adat dan budaya gotong royong serta kesederhanaan merupakan hal-hal yang berusaha untuk dimunculkan lagi ke permukaan.

Festival Malang Kembali IV 2009, itulah judul acara yang dihelat di Kota Malang selama 4 hari. Dengan mengambil lokasi di sepanjang Boulevard Jalan Ijen yang merupakan salah satu "icon" Kota Malang, perhelatan akbar tahunan yang mulai diadakan tahun 2006 ini digelar untuk keempat kalinya.

Jalan Ijen pun ditutup selama acara dilangsungkan. Mulai dari perempatan bundaran Ijen di selatan sampai Simpang Balapan di utara. Stan-stan didirikan di kiri kanan sepanjang Jalan Ijen. Di beberapa titik bahkan didirikan panggung hiburan rakyat seperti di depan museum yang digelar wayang, dan di depan gereja pertigaan Jalan Pahlawan Trip digelar kesenian Ludruk.



Antusiasme warga terhadap acara ini sangat besar. Acara yang dimulai dari pagi jam 10 sampai malam tak pernah sepi pengunjung. Padahal Malang diguyur hujan setiap hari.



Para pengunjung pun tak mau kalah dengan para panitia dan penjaga stan. Mereka juga berdandan dan menyesuaikan diri dengan tema acara. Kebaya, jarik, batik, Baju lurik dengan kaos dalam putih dan udeng atau blangkon untuk tutup kepala, celana angkong, seragam PETA, merupakan beragam pilihan yang dikenakan oleh orang-orang yang berada di acara ini. Beragam makanan yang sekarang sangat sulit ditemukan pun berada disana, seperti gulali, arbanat, ketan bubuk, cenil, lupis dan masih banyak lagi.



Sayangnya acara seperti ini juga dimanfaatkan oleh tangan-tangan jahil untuk mencari keuntungan pribadi. Mereka memanfaatkan keramaian dan kelengahan pengunjung untuk mengambil apa yang bukan menjadi haknya. Seperti tas ini salah satu korbannya. Walaupun ternyata dia tidak menemukan apa yang dicari-carinya.

02 May 2009

2009 Hidup Tanpa Sinyal...?

Handphone sudah bisa dikategorikan kebutuhan primer masyarakat sekarang. Tak perlu memandang status sosial, semua sudah bisa menikmati kecanggihan teknologi abad 21 ini. Tapi bagaimana bila tiba-tiba kita tidak bisa menggunakan Handphone lagi karena tidak ada sinyal?

Hal inilah yang saya alami saat ini. Selama satu setengah bulan terkucilkan dari dunia luar. Tidak ada sinyal. Hidup di tengah lautan, di atas kapal, berteman ombak dan badai. Secanggih apapun Handphone, tidak ada gunanya. GPRS, 3G, HSDPA tak berkutik. SMS dan telpon hanya ada dalam mimpi dan angan.

Serasa kembali ke tahun 80an. Hidup tanpa sinyal. Bisakah?

30 April 2009

Suara Hati

Aku datang dari lautan
diasuh badai ditimang gelombang
rumahku perahu meniti puncak ombak
menempuh duka kegembiraan
menerjemahkan ayat-ayat Tuhan

dibawah matahari, rembulan dan kerlip bintang-bintang
aku belajar setegak karang
memahami rahasia nasib dan impian
meneriakkan rindu dendam tak terbilang

kubaca tanda-tanda di pasir
liuk ikan, semburat merah fajar dan senja
hembus angin juga gerak sayap camar
menjadi tenaga jiwaku yang memancar
bersama dzikir yang mengalir

o..lautan yang asin daratan yang asing
aku berenang dan berjalan seorang diri
mengetuk pintu-pintru langit
meletakkan cinta di selembar sajadah
menuju cahaya di gerbang syahadah

(toto st.radik)

Terima kasih st. Radik sudah membuatkan puisi ini untuk orang-orang seperti saya.

26 April 2009

Menunggu Hidayah Datang...

"Saya belum bisa melakukannya, saya belum dapat hidayah..."
"Mudah-mudahan saya mendapatkan hidayah untuk dapat melaksanakannya"
"Berilah Hamba Hidayah agar bisa........."

Kita pasti sudah akrab dengan kata-kata tersebut. Entah itu keluar dari ucapan teman, sahabat, saudara, atau mungkin justru mengalir dari mulut kita sendiri. Pertanyaannya adalah sudah tepatkah pernyataan itu?

Mau kenyang? jawabnya ya harus makan.

Kalau kita tidak makan, bagaimana akan kenyang. Kenyang adalah tujuan, dan makan adalah cara untuk mencapai tujuan yang berupa kenyang. Mengharapkan kenyang tanpa mau berusaha makan, silakan berkhayal.

Menunggu Hidayah untuk melakukan sesuatu, sama seperti berharap kenyang tanpa mau makan. Tidak akan pernah datang. Hidayah adalah tujuan, dan untuk memperolehnya harus dengan tindakan.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Construction. Powered by Blogger